Senin, 21 September 2015



 RINGKASAN MATERI ISBD
Manusia, Kesetaraan, dan Keseragaman
 
A.      HAKIKAT KERAGAMAN DAN KESETARAAN MANUSIA
1.       Makna Keragaman Manusia
Berdasarkan KBBI, ragam berarti (1) sikap, tingkah laku, cara: (2) macam, jenis: (3) musik, lagu, langgam: (4) warna, corak: (5) laras (tata bahasa). Merujuk pada arti nomor dua di atas, ragam berarti jenis. Keragaman manusia yang dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap pribadi memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Hal ini ditinjau dari sikap, watak, kelakuan, tempramen, dan hasrat. Contohnya sebagai mahasiswa baru kita akan menemui/menjumpai teman-teman baru yang memiliki sifat yang berbeda-beda. Bukan hanya itu, dalam kehidupan sehari-haripun kita akan menemui tiap-tiap manusia yang memiliki watak dan kepribadian yang berbeda-beda.
Selain makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dll.
Baik sebagai makhluk individu maupun social, tiap-tiap manusia pasti memiliki perbedaan karakteristik maupun ras dan golongan. Namun itulah realita yang terjadi di masyarakat.

2.       MAKNA KESETARAAN MANUSIA
Kesetaraan dapat disebut kesederajatan. Menurut KBBI, sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan menunjukan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama.

Dapat dikaitkan bahwa, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukannya, hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

B.      KEMAJEMUKAN DALAM MASYARAKAT
Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur, seperti: Ras, Etnik, Agama, Pekerjaan, Penghasilan, Pendidikan, dll.
1.       Ras
Kata Ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia, yaitu Razza. Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam berbagai Ras. Ciri utama pembeda antar Ras antara lain, ciri alamiah rambut, warna alamiah rambut, kulit, dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan wajah, serta ukuran tinggi badan.
Koentjaraningrat membagi Ras didunia dalam 10 kelompok antara lain, Kaukasid, Negroid, Australoid, Polynesia, Melanesia, Mikronesia, Aino, Dravida, dan Bushmen.
2.       Etnik atau Suku bangsa
Koentjaraningrat menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggota serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
Secara etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang besar. Sebuah buku pintar Rangkuman Pengetahuan Sosial Lengkap menyatakan jumlah etnik atau suku bangsa Indonesia ada 400 etnik. Keanekaragaman kelompok etnik ini dengan sendirinya memunculkan keanekaragaman kebudayaan di Indonesia. Jadi berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional bangsa Indonesia adalah heterogen.

C.      KEMAJEMUKAN DAN KESETARAAN SEBAGAI KEKAYAAN SOSIAL BUDAYA BANGSA
1.       Kemajemukan Sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia
Keragaman etnik di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai Negara yang paling heterogen didunia, selain India. Jumlah etnik atau suku bangsa menyebar di banyak wilayah dengan memiliki ciri dan karakter tersendiri.
                Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya, identifikasi seseorang dapat dikenal dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan dan pranata yang bersumber dari etnik daerah asalnya. Contoh, walaupun menggunakan bahasa Indonesia, kita juga masih bisa membedakan antara orang Madura dan orang Batak, karena dialek maupun gayanya berbeda ketika bertutur menggunakan bahasa Indonesia.
                Dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang juga ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi, dll. Identitas etnik lama kelaman bisa hilang.
                Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah suatu kenyataan atau fakta yang justru kita terima sebagai kekayaan sosial budaya bangsa. Kesadaran akan kemajemukan bangsa tersebut sesungguhnya sudah tercermin dengan baik melalui semboyan bangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu.
2.       Kesetaraan Sebagai Warga Bangsa Indonesia
Setiap warga Negara Indonesia berkedudukan yang setara atau sederajat dalam arti punya persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga bangsa dan warga Negara Indonesia. Negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga Negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Secara yuridis maupun politis, segenap warga Negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh membeda-bedakan kedudukan warga Negara tersebut terutama dalam hal kesempatan. Kesempatan yang sama bagi semua warga Negara dalam berbagai kehidupan berlaku tanpa membedakan unsur-unsur primordial dari warga Negara itu sendiri. Primordial artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal-usul atau kedekatan genetis seseorang, misalnya suku, ras, sejarah, dll.

D.      PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN KESETARAAN SERTA SOLUSINYA
1.       Problema Keragaman serta Solusinya
Keragaman masyarakat Indonesia merupakan ciri khas yang membanggakan kita. Namun demikian, keragaman tidak serta merta menciptakan keunikan, keindahan, kebanggaan, dan hal-hal baik lainnya. Keragaman masyarakat memiliki ciri khas yang mungkin saja satu saat bisa berpotensi negatif bagi kehidupan bangsa.
Menurut Van De Berghe, masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut:
a.       Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan yang berbeda
b.      Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non  komplementer
c.       Kurang mengembangkan consensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat kasar
d.      Secara relative, seringkali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lain
e.      Secara relative, interaksi sosial tumbuh dengan paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi
f.        Adanya dominasi politik ole suatu kelompok terhadap kelompok lain.
Berbagai sifat dasar keragaman tersebut tentu berpotensi melemahkan gerak kehidupan masyarakat itu sendiri sehingga dapat disebut sebagai efek negatif dalam konsep keragaman. Tak jarang timbul konflik dari sifat-sifat dasar manusia diatas, seperti konflik di Ambon tahun 1999, dan konflik Posso tahun 2002.
                Konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia sesungguhnya bukan disebabkan ole perbedaan atau keragaman itu sendiri. Adanya perbedaan ras, etnik, dan agama tidaklah harus menjadikan kita bertikai dengan pihak lain. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya daerah. Tidak ada komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok masyarakat dan budaya lain inilah justru yang dapat menjadi pemicu konflik. Yang dibutuhkan adanya kesadaran untuk menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan atau kesederajatan antar masyarakat tersebut. Masing-masing warga daera bisa saling mengenal, memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi.
                Salah satu hal yang penting dalam meningkatkan pemahaman antar budaya dan masyarakat ini adalah untuk menghilangkan penyakit-penyakit budaya. Penyakit-penyakit budaya inila yang memicu konflik antar masyarakat, hal-hal tersebut antara lain:
1)      Etnosentrisme, diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk menetapkan semua norma atau nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri.
2)      Stereotype, diartikan sebagai pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain.
3)      Prasangka mengarah pada pandangan yang emosional dan bersifat negative terhadapa orang atau kelompok orang. Jadi, prasangka merupakan sala satu rintangan atau hambatan dalam berkomunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersifat curiga dan menentang pihak lain.
4)      Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu diluar ras sendiri.  Rasisme dapat muncul dalam bentuk mencemoo perilaku orang lain hanya karena orang itu berbeda ras dengan kita.
5)      Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat-istiadat, kebiasaan atau hukum.
6)      Scape goating artinya pengkambinghitaman. Teori ini mengemukakan kalau individu tidak bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat ditanggungkan kepada orang lain.
Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa Indonesia yang menyatu dalam keragaman dan beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan, segala keanekaragaman dipangan sebagai kekayaan bangsa milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat kita.
2.       Problem Kesetaraan dan Solusinya
Prinsip kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan persamaan derajat, hak dan kewajiban.
                Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewjiban antar manusia atau antar warga. Perilaku tersebut disebut diskriminasi. Dalam Undang-Undang No. 39 taun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa diskriminasi adala setiap pembatasan, pelecehan atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, rasm etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
                Diskriminasi bertolak belakang dengan prinsip kesetaraan, bahkan menjadi problema utama terwujudnya kesetaraan manusia. Oleh karena itu, upaya menghapus praktik-praktik diskriminasi adalah melalui perlindungan dan penegakan HAM di setiap kehidupan manusia.
                Penghapusan diskriminasi dilakukan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang anti diskriminatif serta pengimplementasiannya dilapangan. Contohnya UU No. 7 tahun 1984 tentang Retifikasi atas Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
               
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar